CLUSTER CIBUBUR – Bagaimanakah praktek jual beli tanah di daerah pedesaan di Indonesia khususnya bagi tanah yang belum bersertifikat? Pada prakteknya, proses jual beli tanah tetap bisa dilakukan pada tanah yang belum bersertifikat misalnya girik atau petok D. Akan tetapi dalam proses jual beli tanah yang belum bersertifikat, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tak bisa membuatkan akta tanah bila objek tersebut tak tersaksikan oleh Kepala Desa dan pamong desa.

  • Aturan Jual Beli Tanah yang Belum Bersertifikat
  • Cara Jual Beli Tanah yang Belum Bersertifikat
  • Berkas dan Surat yang Wajib Ada untuk Mengurus Jual Beli Tanah yang Belum Bersertifikat
  • Jenis Tanah yang Belum Bersertifikat

Aturan Jual Beli Tanah yang Belum Bersertifikat

Apakah bisa menjual tanah tanpa sertifikat? Dalam prakteknya di lapangan, menjual tanah tanpa sertifikat bisa dilakukan. Namun lantaran tidak terpenuhinya aturan perundangundangan yang berlaku, maka timbul akibat yakni tak terjadinya peralihan hak atas tanah serta tak pasti peralihan hak atas tanah, serta tak terjaminnya kepastian hukumnya juga perlindungan hukumnya.
Untuk bisa mendapatkan kepastian hukum, masyarakat yang melangsungkan tindakan hukum ini bersamaan peralihan hak atas tanah yaitu jual beli, wajib melangsungkan pendaftaran peralihan hak atas tanah. Sebab itu pada hal jual beli tanah yang belum bersertifikat tak bisa terselesaikan sebegitu saja pada seluruh pihak terkait. Akan tetapi, agar jual beli terkait sah berdasarkan hukum, maka perlu adanya campur tangan pejabat berwenang guna terselesaikannya seluruh peralihan hak milik atas tanah.
Harus diakui, pada era modern ini masih banyak masyarakat khususnya yang tinggal di pedesaan yang belum mengerti arti penting dalam menyertifikatkan dan mendaftarkan tanah-tanah mereka. Padahal dalam Pasal 19 UUPA, masyarakat harus mendaftarkan tanahnya pada seluruh tempat di Republik Indonesia berdasarkan yang ditentukan dan diatur Peraturan Pemerintah. Dimana setiap pemegang hak atas tanah diwajibkan mendaftarkan hak terkait.

Cara Jual Beli Tanah yang Belum Bersertifikat

Bagaimanakah praktek jual beli tanah di daerah pedesaan di Indonesia khususnya bagi tanah yang belum bersertifikat? Harus diketahui lebih dulu bahwa peralihan hak atas tanah dengan jual beli tanah yang belum bersertifikat menjadikan akibat hukum yakni tak dapat terbentuknya peralihan hak atas tanah ataupun tak sahnya peralihan terkait serta tiadanya penjamin kepastian hukum serta perlindungan hukum.
Menurut Jurnal Analogi Hukum Universitas Warmadewa, akibat hukum ini sangat dirasakan oleh si pembeli apabila bukti hak atas tanahnya diragukan keabsahannya, sehingga pembeli tanah yang sudah menjadi pemilik tanah tidak bisa membuktikan kepemilikan tanahnya. Tak hanya itu, kondisi tersebut juga bisa merugikan pemilik tanah atau penjual yang mana harga jual tanahnya akan lebih murah dari harga tanah yang sudah disertifikatkan. Atau bisa saja jual beli ini dapat dibatalkan atau tidak terjadi sama sekali karena tidak adanya alat pembuktian yang kuat.
Untuk itu, cara jual beli tanah yang belum bersertifikat yang aman dan sah sebaiknya dilakukan dengan mengikuti prosedur berikut ini.

Mengurus Langsung di Kelurahan

Langkah pertama yang harus ditempuh adalah mendatangi kantor kelurahan tempat tanah tersebut berada untuk mendapatkan surat keterangan tidak ada sengketa, surat keterangan riwayat tanah, dan surat keterangan kepemilikan tanah sporadik.
Surat keterangan tidak ada sengketa atas tanah dikeluarkan dan ditandatangani oleh lurah atau kepala desa setempat. Kekuatan surat tersebut terletak pada adanya saksi-saksi yang bisa dipercaya, mencakup ketua RT dan RW atau tokoh-tokoh adat yang bisa dihormati penduduk setempat. Sementara pada surat keterangan riwayat tanah, terdapat penjelasan secara runut dan tertulis penguasaan tanah dari awal pencatatan di kelurahan hingga keberadaannya saat ini.
Sedangkan surat keterangan kepemilikan tanah sporadik adalah surat yang mencantumkan sejak tahun berapa pemohon memiliki, menguasai, dan memperoleh tanah tersebut. Jika ketiga surat tersebut sudah selesai, maka pemohon bisa melanjutkan prosesnya di kantor Badan Pertanahan setempat.

Mengurus Langsung ke BPN

Lantaran belum ada sertifikat, maka proses jual beli tanah bisa menjadi lebih panjang. Sehingga saat sudah menyelesaikan urusan di kelurahan, maka sebaiknya langsung menjalani prosedur pembuatan sertifikat ke kantor BPN setempat. Prosedur ini bisa dibantu oleh notaris dan PPAT atau secara mandiri yang dilakukan oleh penjual bersama pembeli.
Sebelum ke kantor BPN, siapkan dulu dokumen berupa surat asli tanah dan kepemilikannya. Mulai dari:
  1. Surat asli tanah girik atau fotokopi letter C yang dimiliki pemohon
  2. Surat keterangan riwayat tanah dari lurah/kades
  3. Surat keterangan tidak sedang sengketa dari lurah/kades
  4. Surat pernyataan penguasaan tanah secara sporadik dari lurah/kades
  5. Bukti-bukti peralihat hak milih tanah bila ada
  6. Fotokopi KTP dan Kartu Keluarga pemohon
  7. Fotokopi bukti pembayaran PBB tahun yang sedang berjalan
  8. Surat kuasa jika diwakili
  9. Surat pernyataan sudah memasang batas-batas tanah
  10. Dokumen pendukung lainnya
Selain menyerahkan dokumen, pembeli dan penjual juga diminta untuk mengisi formulir pembuatan sertifikat tanah yang menjadi salah satu persyaratan. Kemudian diharuskan juga membayar biaya pemeriksaan dan pengukuran tanah.
Setelah proses administrasi selesai, petugas Badan Pertanahan Nasional akan mendatangi lokasi tanah untuk pengukuran dan validasi tanah. Hasil pengukuran akan menentukan keputusan pemberian sertifikat oleh Badan Pertanahan Nasional. Pasca proses pengukuran, Anda diharuskan membayar pendaftaran SK Hak, sebagai tahapan akhir dan persyaratan untuk mendapatkan sertifikat tanah. Proses pembuatan sertifikat tanah berkisar antara 60 hingga 120 hari.

Berkas dan Surat yang Wajib Ada untuk Mengurus Jual Beli Tanah yang Belum Bersertifikat

Saat membeli tanah yang belum bersertifikat, ada dokumen dan surat-surat yang perlu dilengkapi. Nah, jika Anda tidak ingin kesulitan dalam mengurus dokumen-dokumen tersebut. Lebih baik Anda mencari tanah atau hunian yang sudah bersertifikat. Cek daftar hunian di kawasan Serang di bawah Rp1 miliar berikut ini!
Terkait berkas dan surat yang wajib ada untuk mengurus jual beli tanah yang belum bersertifikat, menurut ketentuan dan prosedurnya terlebih dahulu harus dilengkapi warkah-warkah tanah (obyek) sebagaimana disebut dalam Pasal 24 PP No. 24 tahun 1997, dokumen subyeknya, dan pelunasan pajak-pajak. Kemudian di hadapan PPAT, para pihak (penjual-pembeli) menandatangani AJB (akta 4 jual beli), yang mana akta tersebut nantinya didaftarkan di kantor pertanahan untuk proses pembuatan sertifikatnya.

Jenis Tanah yang Belum Bersertifikat

Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang pokok Agraria, sertifikat atau surat yang sah di mata hukum sendiri adalah Sertifikat Hak Milik (SHM), Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB). Sementara di Indonesia, jenis surat tanah sangat beragam dan statusnya pun belum bersertifikat. Apa saja?

1. Girik

Girik hanyalah sebuah surat pertanahan yang menunjukkan tentang kuasa terhadap lahan untuk keperluan perpajakan saja. Di dalam girik terdapat nomor, luas tanah, dan pemilik tanah yang sah melalui warisan atau proses jual beli.

2. Petok D

Petok D adalah salah satu bentuk pembuktian pemilikan tanah yang sah dan setingkat dengan sertifikat kepemilikan tanah saat ini. Namun, ketika melewati tahun 1960 menjadikan Petok D hanya sebagai alat bukti pembayaran pajak tanah dari pemilik atau pengguna tanah yang dimaksud.

3. Letter C

Letter C mempunyai fungsi utama yaitu sebagai catatan penarikan pajak dan keterangan mengenai identitas dari sebuah tanah yang ada pada zaman kolonial Belanda. Hingga saat ini, Letter C masih banyak dipakai untuk menjadi identitas kepemilikan tanah dan bukti transaksi tambahan.

4. Rincik

Surat Rincik merupakan salah satu jenis Surat Pendaftaran Sementara Tanah Milik Indonesia yang ada sebelum tahun 1960. Surat Rincik ini awalnya banyak digunakan pada daerah seperti Makassar dan daerah sekitarnya. Rincik dipakai sebagai salah satu bukti penguasaan dan penggunaan tanah yang dikuasai oleh seseorang.

5. Eigendom Verponding

Eigendom Verponding adalah surat atas kekayaan pribadi dan hak milik tetap atas tanah yang ada. Bisa diartikan juga sebagai hak milik tetap atas tanah beserta surat tagihan pajak atas tanah yang dimaksud. Saat ini, Eigendom Verponding sudah berubah menjadi Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT-PBB).

6. Hak Ulayat

Hak ulayat adalah kumpulan dari wewenang dan kewajiban suatu masyarakat dalam hukum adat yang memiliki hubungan dengan tanah yang terletak dalam sebuah lingkungan wilayah tertentu. Tanah dengan hak ulayat tidak bisa dialihkan menjadi tanah hak milik selama hak tanah ulayat tersebut masih ada.

7. Opstaal

Berbeda dengan Eigendom Verponding, Opstaal merupakan sebuah hak yang diberikan oleh belanda yakni berupa hak kebendaan untuk menumpang. Hak ini adalah sebuah hak kebendaan untuk memiliki bangunan dan tanaman yang berada di atas bidang tanah yang dimiliki oleh orang lain.

8. Gogolan

Gogolan adalah sebuah hak seorang Gogol atau Kuli terhadap tanah komunal desa. Hak ini bisa diperoleh karena tanah tersebut sudah diusahakan oleh orang tertentu agar bisa berpindah tangan kepada gogol.

9. Erfpacht

Erfpacht merupakan sebuah bentuk surat yang menyatakan bahwa pemilik surat berhak untuk menggunakan tanah yang dimiliki oleh negara dan digunakan untuk berbagai keperluan pribadi. Seseorang yang memiliki Erfpacht bisa menggunakan tanah negara tersebut dan membayar sewa penggunaan pada setiap bulannya.

10. Bruikleen

Bruikleen adalah sebuah surat yang berisi perjanjian antara kedua belah pihak untuk menyerahkan sebuah benda secara cuma-cuma kepada pihak lain untuk dipakai dengan kewajibannya untuk mengembalikan benda tersebut pada waktu yang sudah disepakati oleh bersama. Bruikleen juga bisa dipakai untuk bukti atas penguasaan tanah dan pihak lain yang ingin memakai tanah tersebut.
0 Komentar